Senin, 02 April 2012

satu april dua ribu dua belas

hujan jua,
dan semakin deras

bergelegar kilat serta merta menyentakkan hati manusia yang mendengar
teriring sang bayu seakan tertawa dalam derap hembusannya
mendung warna langit mewakili suasana hari ini

lalu lalang kendaraan beroda seolah tak ingin kalah laju dengan deras titik air
mereka tetap berlari meski harus membelah genangan yang semakin meluap dari sisi kanan kiri jalan

sayup-sayup gema sirine terdengar dari kejauhan, 
entah milik kepolisian ataukah rumah sakit, atau mungkin dari pemadam kebakaran
sementara beberapa pasutri tampak tekun menekuri irama hujan yang tak kunjung reda 
rela menanti untuk akhir yang tak pasti

sekeliling pun terasa semakin bertambah gelap saja
sepi menikam
kurapatkan pandangan pada jendela berterali besi itu
mencari cahaya,
hingga akhirnya tak dapat terhitung lagi berapa puluh tetesan air yang mengalir melewati jalinan urat listrik yang membentang di balik jendela tersebut

lamat-lamat simpul surya menyeruak dari balik awan hitam
garis batas gedung pencakar langit di seberang jalan semakin tegas terlihat dalam pandangan mataku
deru mobil perlahan memecah keheningan ruas jalan
yang tertinggal hanya sisa aroma hujan
yang masih saja tercium meski titik air tinggal sebatas gerimis

dan aku,
aku masih menunggu
meski detik jam telah melewati pukul satu siang hari
menunggu untuk ragaku kembali bergerak dari jendela ini
menunggu nalarku kembali berjalan menyelesaikan sisa hari

dan menunggu
tetap menunggu



- semeru enam -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar